Arpian Siduampan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
merupakan realisasi kebijaksanaan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan yang
dicita-citakan. Pendidikan merupakan komponen pokok dalam pembinaan landasan
pengembangan sosial budaya. Pendidikan juga sekaligus penegak kemanusiaan yang
berperadaban tinggi. Pendidikan tidak bisa lepas dari kehidupan sosial.
Artinya, pendidikan untuk kesejahteraan manusia dunia-akhirat sehingga perlu
diaplikasikan sebab pendidikan memiliki nilai teologis dan sosiologis
sekaligus.
Karenanya,
proses belajar mengajar merupakan kebutuhan penting hidup manusia. Hal ini
harus dirasakan bersama oleh setiap individu laki-laki dan perempuan tanpa
pandang bulu. Karena sama-sama memiliki kemampuan untuk belajar. Semakin lama,
setiap aspek kehidupan manusia berkembang, kebutuhannya pun kian beragam. Oleh
karena itu, laki-laki dan perempuan harus saling membantu, bekerja sama meniti
jalan dan mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi.
Kesenjangan pada bidang pendidikan dianggap menjadi faktor utama yang
sangat berpengaruh terhadap bidang lain di, hampir semua sektor, seperti lapangan pekerjaan,
jabatan, peran dimasyarakat sampai pada masalah menyuarakan pendapat antara
laki-laki dan perempuan yang menjadi faktor
penyebab bias gender adalah karena faktor kesenjangan pendidikan yang
belum setara selain masalah-masalah klasik yang cenderung menjustifikasi
ketidakadilan seperti intepretasi teks-teks keagamaan yang tekstual dan kendala
sosial budaya lainnya. Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang
berperan besar dalam mensosialisasikan dan melestarikan nilai-nilai dan cara
pandang yang mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat.
Dalam upaya penyadaran gender menjadi perbincangan
serius di kalangan aktivis perempuan, keluarga-keluarga, wartawan, dunia pendidikan
maupun kalangan politisi. Begitupun strategi-strategi telah ditawarkan dengan
tujuan agar kesetaraan gender tercapai terutama dalam pendidikan yang dianggap
dimensi kunci. Dari
sinilah kami akan mencoba memberikan sedikit penjelasan mengenai kesetaraan
gender dalam bidang pendidikan.
B. Tujuan
Penulisan
Dengan adanya penulisan makalah pendidikan dan
kesetaraan gender ini diharapkan mahasiswa sebagai calon pendidik dan anggota
masyarakat mampu menganalisis tentang kesetaraan gender dalam perspektif
pendidikan, sehingga mempunyai wawasan yang luas dan menambah
peran aktif dalam
menciptakan pendidikan dengan setara bagi semua orang yang terlibat di
dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN GENDER
Hal penting yang
perlu dilakukan dalam kajian gender adalah memahami perbedaan konsep gender dan
seks
(jenis kelamin). Kesalahan dalam memahami makna gender merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sikap
menentang atau sulit bisa menerima analisis gender dalam memcahkan masalah
ketidak adilan sosial.
Seks adalah
perbedaan laki-laki dan perempuan yang berdasar atas anatomi biologis dan
merupakan kodrat Tuhan. Menurut Mansour
Faqih, sex berarti jenis kelamin yang merupakan penyifatan atau pembagian jenis
kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin
tertentu. Perbedaan anatomi biologis ini tidak dapat diubah dan bersifat
menetap, kodrat dan tidak dapat ditukar. Oleh karena itu perbedaan tersebut
berlaku sepanjang zaman dan dimana saja.
Sedangkan gender, secara
etimologis gender berasal dari kata gender yang berarti jenis kelamin.
Tetapi Gender
merupakan perbedaan jenis kelamin yang bukan disebabkan oleh perbedaan biologis
dan bukan kodrat Tuhan, melainkan diciptakan baik oleh laki-laki maupun
perempuan melalui proses sosial budaya yang panjang. Perbedaan perilaku antara
pria dan wanita, selain disebabkan oleh faktor biologis sebagian besar justru
terbnetuk melalu proses sosial dan cultural. Oleh karena itu gender dapat
berubah dari tempat ketempat, waktu ke waktu, bahkan antar kelas sosial ekonomi
masyarakat.
Dalam batas perbedaan yang paling sederhana, seks dipandang sebagai status yang
melekat atau bawaan sedangkan gender sebagai status yang diterima atau
diperoleh.
Mufidah dalam Paradigma Gender mengungkapkan bahwa pembentukan gender ditentukan
oleh sejumlah faktor yang ikut membentuk, kemudian disosialisasikan,
diperkuat, bahkan dikonstruksi melalui sosial atau kultural, dilanggengkan oleh
interpretasi agama dan mitos-mitos seolah-olah telah menjadi kodrat laki-laki
dan perempuan.
Gender merupakan analisis yang digunakan dalam menempatkan posisi
setara antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat
sosial yang lebih egaliter. Jadi,
gender bisa dikategorikan sebagai perangkat operasional dalam melakukan measure
(pengukuran) terhadap persoalan laki-laki
dan perempuan terutama yang terkait dengan pembagian peran dalam masyarakat
yang dikonstruksi oleh masyarakat itu sendiri. Gender bukan hanya ditujukan
kepada perempuan semata, tetapi juga kepada laki-laki.. Hanya saja,
yang dianggap mengalami posisi termarginalkan sekarang adalah pihak perempuan,
maka perempuanlah yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan untuk mengejar
kesetaraan gender yang telah diraih oleh laki-laki beberapa tingkat dalam peran
sosial, terutama di bidang pendidikan karena bidang inilah diharapkan dapat
mendorong perubahan kerangka berpikir, bertindak, dan berperan dalam berbagai
segmen kehidupan sosial.
B.
BIAS GENDER DALAM PENDIDIKAN
Yang dimaksud bias gender adalah
mengunggulkan salah satu jenis kelamin dalam kehidupan sosial atau kebijakan
publik. Bias gender dalam pendidikan adalah realitas pendidikan yang
mengunggulkan satu jenis kelamin tertentu sehingga menyebabkan ketimpangan
gender
Berbagai bentuk kesenjangan gender
yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, terpresentasi juga dalam
dunia pendidikan. Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang berperan
besar dalam mensosialisasikan dan melestrikan nilai-nilai dan cara pandang yang
mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat. Secara garis
besar, fenomena kesenjangan gender dalam pendidikan dapat diklasifikasi dalam
beberapa dimensi, antara lain:
1. Kurangnya
partisipasi
(under-participation). Dalam hal partisipasi pendidikan,perempuan di
seluruh dunia menghadapi problem yang sama. Dibanding lawan jenisnya,
partisipasi perempuan dalam pendidikan formal jauh lebih rendah Dinegara-negara
dunia ketiga di mana pendidikan dasar belum diwajibkan, jumlah murid perempuan
umumnya hanya separuh atau sepertiga jumlah murid laki-laki.
2. Kurangnya
keterwakilan (under-representation).
Partisipasi perempuan dalam pendidikan sebagai tenaga pengajar maupun pimpinan
juga menunjukkan kecenderung disparitas progresif. Jumlah guru perempuan pada
jenjang pendidikan dasar umumnya sama atau melebihi jumlah guru laki-laki.
Namun, pada jenjang pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi, jumlah tersebut
menunjukkan penurunan drastis.
3.
Perlakuan yang tidak adil (unfair treatment) Kegiatan pembelajaran
dan proses interaksi dalam kelas seringkali bersifat merugikan murid perempuan.
Guru secara tidak sadar cenderung menaruh harapan dan perhatian yang lebih
besar kepada murid laki-laki dibanding murid perempuan. Para guru kadangkala cenderung
berpikir ke arah "self fulfilling prophecy" terhadap siswa perempuan karena menganggap perempuan tidak perlu
memperoleh pendidikan yang tinggi.
C. Pengertian Kesetaraan Gender
Dalam memahami kajian kesetaraan gender, seseorang harus
mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara gender dengan seks ( jenis kelamin
). Kurangnya pemahaman tentang pengertian Gender menjadi salah satu penyebab
dalam pertentangan menerima suatu analisis gender di suatu persoalan
ketidakadilan social.
Hungu (2007) mengatakan “seks ( jenis kelamin ) merupakan
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang
lahir. Seks ( jenis kelamin ) berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan,
dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel
telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan
biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan
diantara keduanya.
Sedangkan secara etimologis, gender memiliki arti sebagai
perbedaan jenis kelamin yang diciptakan oleh seseorang itu sendiri melalui
proses social budaya yang panjang. perbedaan perilaku antara laki – laki dengan
perempuan selain disebabkan oleh factor biologis juga factor proses social dan
cultural. oleh sebab itu gender dapat berubah – ubah dari tempat ke tempat,
waktu ke waktu, bahkan antar kelas social ekonomi masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan perbedaan antara jenis
kelamin dengan gender yaitu, jenis kelamin lebih condong terhadap fisik
seseorang sedangkan gender lebih condong terhadap tingkah lakunya. selain itu
jenis kelamin merupakan status yang melekat / bawaan sedangkan gender merupakan
status yang diperoleh. Gender tidak bersifat biologis, melainkan dikontruksikan
secara sosial. Karena gender tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari
melalui sosialisasi, oleh sebab itu gender dapat berubah.
Setelah mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan gender,
maka langkah selanjutnya yaitu kita dapat memahami pengertian “Kesetaraan
Gender”. Kesetaraan Gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas),
serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender
juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik
terhadap laki-laki maupun perempuan.
kesetaraan gender memiliki kaitan dengan keadilan gender.
keadilan gender merupakan suatu proses dan perlakuan adil terhadap laki – laki
dan perempuan. terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi baik terhadap laki – laki maupun perempuan. sehingga denga
hal ini setiap orang memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan control
atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan
tersebut.
Memiliki akses di atas mempunyai tafsiran yaitu setiap orang
mempunyai peluang kesempatan dalam memperoleh akses yang adil dan setara
terhadap sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap
cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki partisipasi berarti
mempunyai kesempatan untuk berkreasi / ikut andil dalam pembangunan nasional.
Sedangkan memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan untuk mengambil
keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat
yang sama dari pembangunan.
D.
KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN
Keadilan dan
kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban manusia untuk
mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat,
bernegara dan membangun keluarga berkualitas. Jumlah penduduk perempuan hampir
setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan merupakan potensi yang sangat
besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang lebih berkualitas. Kesetaraan
Gender, Kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan & keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati
hasil pembangunan. Keadilan gender suatu perlakuan adil terhadap perempuan dan
laki-laki.
Perbedaan biologis
tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya diskriminasi mengenai hak sosial,
budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin tertentu. Dengan
keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi,
marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender,
ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dan
dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol
atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari
pembangunan.
Dasar persamaan pendidikan menghantarkan
setiap individu atau rakyat mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut
pendidikan kerakyatan. Sebagaimana Athiyah, Wardiman Djojonegoro menyatakan
bahwa: ciri pendidikan
kerakyatan adalah perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada
setiap jenis kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi
geografis publik. Dalam kerangka ini, pendidikan diperuntukkan untuk semua,
minimal sampai pendidikan dasar. Sebab, manusia memiliki hak yang sama dalam
mendapatkan pendidikan yang layak. Apabila ada sebagian anggota masyarakat,
sebodoh apapun yang tersingkir dari kebijakan kependidikan berarti kebijakan
tersebut telah meninggalkan sisi kemanusiaan yang setiap saat harus
diperjuangkan.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa
nilai kemanusiaan terwujud dengan adanya pemerataan yang tidak mengalami bias
gender. Masalah pendidikan, antara anak perempuan dan anak laki-laki hendaknya
harus seimbang. Anak perempuan, sebagaimana anak laki-laki harus punya
hak/kesempatan untuk sekolah lebih tinggi. Bukan menjadi alternative kedua jika
kekurangan biaya untuk sekolah. Hal ini dengan pertimbangan adanya
penghambur-hamburan uang sebab mereka akan segera bersuami, peluang kerjanya
kecil dan bisa lebih banyak membantu orang tua dalam pekerjaan rumah. Pendirian
seperti ini melanggar etika Islam yang memperlakukan orang dengan standar yang
materialistik.
Islam menyerukan adanya kemerdekaan, persamaan
dan kesempatan yang sama antara yang kaya dan yang miskin dalam bidang
pendidikan di samping penghapusan sistem-sistem kelas-kelas dan mewajibkan
setiap muslim laki-laki dan perempuan untuk menuntut ilmu serta memberikan
kepada setiap muslim itu segala macam jalan untuk belajar, bila mereka
memperlihatkan adanya minat dan bakat.
Dengan demikian, pendidikan kerakyatan
seharusnya memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap
individu perempuan, bukan hanya diarahkan pada pendidikan agama dan ekonomi
rumah tangga melainkan juga masalah pertanian dan keterampilan lain. Pendidikan
dan bantuan terhadap perempuan dalam semua bidang tersebut akan menjadikan
nilai yang amat besar-merupakan langkah awal untuk memperjuangkan persamaan
yang sesungguhnya.
Pendidikan memang harus menyentuh
kebutuhan dan relevan dengan tuntutan zaman yaitu kualitas yang memiliki
keimanan dan hidup dalam ketakwaan yang kokoh, mengenali, menghayati dan
menerapkan akar budaya bangsa, berwawasan luas dan komprehensif, menguasai ilmu
pengetahuan dan keterampilan mutakhir, mampu mengantisipasi arah perkembangan,
berpikir secara analitik, terbuka pada hal-hal yang baru, mandiri, selektif,
mempunyai kepedulian sosial yang tinggi dan berusaha meningkatkan prestasi.
Perempuan dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualitas tersebut
sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.
Ungkapan Athiyah tentang pendidikan
perempuan seakan menyadari kondisi riil historisitas kaum muslimin yang secara
sosial perempuan seringkali dirugikan oleh perilaku sosialnya. Seperti
gadis-gadis harus putus sekolah karena diskriminasi gender (sebab pernikahan
atau hamil diluar nikah) atau karena keterbatasan ekonomi anak laki-laki
mendapatkan prioritas utama walau potensinya tidak lebih tinggi daripada anak
perempuan.
E. Pandangan
Agama Islam terhadap kesetaraan Gender
Sejak 15 abad yang lalu Islam telah menghapuskan
diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Islam memberikan posisi yang tinggi
kepada perempuan. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender dalam Islam tertuang
dalam Kitab Suci Al-Quran. Dalam ajaran Islam tidak dikenal adanya isu gender
yang berdampak merugikan perempuan. Islam bahkan menetapkan perempuan pada
posisi yang terhormat, mempunyai derajat, harkat, dan martabat yang sama dan
setara dengan laki – laki.
Islam memperkenalkan konsep
relasi gender yang mengacu kepada ayat – ayat Al-Qur’an. Suatu
kenyataan, masih banyak masyarakat, tidak terkecuali beberapa guru agama yang
belum memahami makna qodrat, apabila berbicara soal jenis kelamin perempuan,
dikaitkan dengan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Salah satu
akibat dari salah memahami alasan untuk mempertahankan subordinasi,
marginalisasi, dan diskriminasi terhadap perempuan.
Al-Qur an sebagai “Hudan linnasi”, petunjuk bagi umat
manusia, dan kehadiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan sunnahnya, sebagai
“Rahmatan lil alamin”, tentu saja menolak anggapan di atas. Islam datang untuk
membebaskan manusia dari berbagai bentuk ketidak-adilan. Sejak awal
dipromosikan, Islam adalah agama pembebasan.
Islam adalah agama ketuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan
kemasyarakatan. Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu
sebagai hamba dan sebagai representasi Tuhan (khalifah) tanpa membedakan jenis
kelamin, etnik, dan warna kulit. Islam mengamanatkan manusia untuk
memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan keutuhan, baik
sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan alamnya.
F. UPAYA
PENANGGULANGAN DAMPAK NEGATIF DARI BIAS GENDER PENDIDIKAN DALAM ISLAM
Untuk
mengembalikan nilai kerakyatan dan kemanusiaan pendidikan, Athiyah berpendapat
bahwa pendidikan harus dipusatkan pada ibu. Apabila perempuan terdidik dengan
baik, niscaya pemerataan pendidikan telah mencapai sasaran. Sebab, ibu adalah
pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Minim sekali orang yang terlepas
dari jangkauan ibunya. Ibu adalah sekolah bagi rakyat tanpa mengenal lelah,
ekonomi, waktu dan dilakkukan penuh kasih sayang. Padahal inti demokrasi
tertinggi adalah saat keterbukaan, kerelaan dan persaudaraan telah mencapai
tingkat kasih sayang. Peran ini adalah pendidikan nonformal yang biasa
dilakkukan perempuan di rumah.
Tanzania,
Nyerere pernah mengatakan, “Jika anda mendidik seorang laki-laki, berarti anda
telah mendidik seorang person, tetapi jika anda mendidik seluruh orang
perempuan berarti anda telah mendidik seluruh anggota keluarga.” Kondisi
tersebut tidak bisa diperoleh lewat pendidikan yang meninggalkan nilai
persamaan dan kemanusiaan.
Sering dipahami
bahwa perempuan didominasi perasaan daripada rasio. Karenanya mereka cenderung
sensitive, berbeda dengan laki-laki yang lebih rasional karena yang dominan
dalam dirinya adalah rasio sehingga perempuan tidak membutuhkan pendidikan yang
tinggi yang melibatkan rasio tersebut. Sebenarnya, kondisi yang sering disalah
tafsirkan ini dari sisi kemanusiaan malah menunjukkan sebaliknya, yaitu
perempuan memliki beberapa kelebihan diantaranya adalah lebih berperannya hati.
Padahal, hati merupakan penentu nilai baik-buruk individu. Mereka yang dekat
dengan alam, tekun dan teliti. Banyak bidang-bidnag yang membutuhkan
kelebihan-kelebihan tersebut.
Di samping itu,
dengan hati nurani juga seseorang membongkar kemunafikan. Bila hati nurani
jernih dan bersih, pasti sesuai dan sama dengan hati nurani bangsa serta rakyat
secara keseluruhan. Memang, perempuan cenderung emosional dan sensitive.
Karenanya, dengan hati dan kesensitivannya mereka mendapatkan firasat-firasat
keibuan yang membuatnya menjadi peka dan memiliki intuisi tajam akan apa yang ada
di permukaan dan kasih sayang. Hal inilah yang menjadi inti dari nilai
kemanusiaan.
Pusat pendidikan
pada ibu, dapat memberi kepekaan diatas sebagaimana kata Rukmini, “Ibulah yang
pertama kali tekun mendidik saya untuk memahami dunia dan kehidupan ini sebagai
keutuhan sistem. Beliau selalu mengajak saya bangun pada malam hari melihat
bintang dan menjelaskan soal jagad gede dan kaitannya dengan jagad
cilik. Dari beliau saya bisa belajar mengenai bagaimana memahami keberadaan
hidup ini dengan cara pandang yang taembus ruang dan waktu.”Dengan kasih
sayangnya Rukmini melakukan pembelaan terhadap siapa yang lemah dan tertindas.
Kepedulian seperti itu tak akan dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki hati
nurani.
Upaya lain untuk mengatasi bias gender dalam pendidikan Islam yang dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Reintepretasi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang bias gender dilakukan
secaa kontinu agar ajaran agama tidak dijadikan justifikasi sebagai kambing
hitam untuk memenuhi keinginan segelintir orang.
2. Muatan kurikulum nasional yang menghilangkan dikotomis antara laki-laki
dan perempuan, demikian pula kurikulum local dengan berbasis kesetaraan,
keadilan dan keseimbangan. Kurikulum disusun sesuai dengan kebutuhan dan
tipologi daerah yang dimulai dari tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak sampai ke tingkat Perguruan Tinggi.
3. Pemberdayaan kaum perempuan di sector pendidikan informal seperti
pemberian fasilitas belajar mulai di tingkat kelurahan sampai kepada tingkat
kabupaten disusaikan dengan kebutuhan daerah.
4. Pemberdayaan disector ekonomi untuk meningkatkan pendapatan keluarga
terutama dalam kegiatan industry rumah tangga. Dengan demikian akan
menghilangkan ketergantungan ekonomi kepada laki-laki karena salah satu
terjadinya marginalisasi pada perempuan adalah ketergantungan ekonomi keluarga
kepada laki-laki.
5. Pendidikan politik bagi perempuan agar dilakukan secara intensif untuk
menghilangkan melek politik bagi perempuan. Karena masih ada anggapan bahwa
politik itu hanya miliki laki-laki dan politik itu adalah kekerasan, padahal
sebaliknya politik adalah seni untuk mecapai kekuasaan. Dengan demikian kuota
30% sesuai dengan amanah Undang-Undang segera terpenuhi, mengingat pemilih
terbanyak adalah perempuan.
6. Pemberdayaan disektor keterampilan, baik keterampilan untuk kebutuhan
rumah tangga maupun yang memiliki nilai jual ditingkatan, terutama kaum
perempuan di pedasaan agar terjadi keseimbangan antara perempuan yang tinggal
di perkotaan dengan pedesaan sama-sama memiliki keterampilan yang relative
bagus.
7. Sosialisasi Undang-Undang Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga lebih intens
dilakukan agar kaum perempuan mengetahui hak dan kewajiban yang harus dilakukan
sesuai dengan amahan dari UUK.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gender dalam pendidikan adalah realitas pendidikan yang
mengunggulkan satu jenis kelamin tertentu sehingga menyebabkan ketimpangan
gender. Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi dalam berbagai
bidang kehidupan masyarakat, terpresentasi juga dalam
dunia pendidikan. Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang berperan
besar dalam mensosialisasikan dan melestrikan nilai-nilai dan cara pandang yang
mendasari munculnya berbagai ketimpangan gender dalam masyarakat. Secara garis
besar, fenomena kesenjangan gender dalam pendidikan dapat diklasifikasi dalam
beberapa dimensi.
Kesetaraan
gender berguna untuk memberikan kesempatan setiap orang untuk berapresiasi
terhadap hal – hal yang terjadi disekitarnya. Kesetaraan gender berkaitan
dengan keadilan gender. Keadilan gender merupakan perlakuan adil terhadap laki
– laki dan perempuan. perbedaan antara kesetaraan dan keadilan gender yaitu
kesetaraan lebih condong terhadap peluang sedangkan keadilan gender lebih
condong terhadap tingkah laku laki – laki dan perempuan.
Kesetaraan
gender dan keadilan gender harusnya dapat ditegakkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Selain bermasyarakat kesetaraan gender dan keadilan gender
haruslah di tegakkan juga di dunia pendidikan. Bukan hanya kaum laki - laki
saja yang harus sekolah tinggi namun perempuan juga punya hak untuk dapat
bersekolah setinggi – tingginya.
B. Saran
Manusia
ada untuk berpeluang bukan hanya untuk ditindas. Jadi dengan adanya
makalah ini penulis mempunyai
saran yaitu sebaiknya sesama manusia saling menegakkan kesetaraan gender. Agar tidak ada sesuatu yang menjadi
permasalahan dalam kehidupan bersosial.
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.uny.ac.id/16075/1/SkripsiFull_YunitaWidyaningAstiti_10404244033.pdf Diakses 20
Februari 2015
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-studi-tentang-kesetaraan-gender-dalam-berbagai-aspek.pdf Diakses 20 Februari 2015
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN_LUAR_SEKOLAH/196111091987031MUSTOFA_KAMIL/Bhaan_kuliah/PENGARUSUTAMAAN_GENDER_BIDANG_PDDKN.pdf Diakses
20 Februari 2015
http://filsafat.kompasiana.com/2013/05/04/kedudukan-perempuan-dan-kesetaraan-gender-dalam-pandangan-islam--557073.html Diakses 20 Februari 2015
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/19/kesetaraan-gender-diterapkan-dalam-pendidikan-464068.html Diakses 20 Februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar